Cinta tak pernah bosan untuk diobrolkan.
Urusan cinta pun tak pupus oleh waktu, ia senantiasa hadir dalam kehidupan
kita. Asyik untuk dibahas, tak lelah untuk menuliskannya, dan getol untuk
mendiskusikannya. Karena cinta memiliki keunikan dan sekaligus “keajaiban”.
Uniknya cinta bisa dilihat dan dirasakan dari berbagai sisi. Paling nggak
neh, cerita tentang cinta yang berakhir bahagia sama nikmatnya dengan mendengar
kisah duka karena cinta. Selain unik, cinta memang “ajaib”. Bisa mengobati rasa
rindu, mampu melicinkan perasaan, dan juga menumbuhkan kreativitas yang tak
pernah ada habisnya.
Nah, bicara tentang cinta, ada satu fenomena yang menarik dan perlu
mendapat perhatian dari kita semua. Sepertinya sebagian besar dari kita selalu
merasa “gatal” bahwa jika cinta tak diekspresikan dengan aktivitas mencintai,
akan berakhir dengan kegelisahan. Itu sebabnya, jangan heran jika akhirnya
banyak yang kabur dalam memaknai cinta. Banyak yang gelap mata, dan nggak
sedikit yang miskin ilmu. Dikiranya mengekspresikan cinta, ternyata malah
menggeber nafsu. Padahal, cinta tak sama dengan aktivitas mencintai. Tak
berbanding lurus pula. Tapi kenapa harus dipaksakan untuk disamakan?
Guys , sejatinya cinta tetap bisa tumbuh dan terpelihara meski
tak diekspresikan dengan aktivitas mencintai. Itu sebabnya pula, cinta tetap
ada meski tanpa diwujudkan dengan pacaran. Karena cinta memang beda dengan
pacaran. Buktinya banyak orang jatuh cinta, dan nggak sedikit yang memendamnya.
Mereka cukup merasakan cinta di dalam hatinya. Entah karena tak kuasa
mengatakannya kepada orang yang dicintainya, atau memang sengaja ingin
memelihara dan merawatnya sampai pada suatu saat di mana kuncup itu menjadi
mekar dan berbunga di taman hatinya (ciyee ...).
Dua alasan tadi tak perlu dipertentangkan. Karena yang terpenting adalah
bahwa tanpa diekspresikan dalam aktivitas saling mencintai pun cinta tetap akan
tumbuh di hati. Kenyataan ini pula yang mengukuhkan bahwa cinta tidak selalu
sama dan tak sebangun dengan aktivitas mencintai. Jelas, ini mematahkan mitos
selama ini yang meyakini bahwa jika jatuh cinta harus diwujudkan dengan
aktivitas mencintai bernama pacaran. Ya, namanya juga mitos, bukan fakta, Guys
. Lihat aja, mereka yang masih melajang sampe tua, bukan berarti tak
memiliki rasa cinta. Mereka pasti memiliki cinta kok. Cuma karena cinta tak
mesti dieskspresikan dengan aktivitas mencintai seperti pacaran atau juga
pernikahan, ya tak membuatnya sakit tuh. Cuma mungkin gelisah aja karena nggak
bisa berbagi cinta dengan seseorang yang bisa menyambut cintanya. Tapi tak
membuatnya sakit.
Namun meski demikian, bukan berarti cinta tak boleh diekspresikan sama
sekali dalam aktivitas mencintai. Nggak juga. Ini sekadar ngasih gambaran bahwa
kita jangan keburu menyimpulkan bahwa pacaran adalah jalan pintas untuk
mengekspresikan cinta. Nah, kalo pun harus diekspresikan dengan aktivitas
saling mencintai, tentunya hanya wajib di jalan yang benar sesuai syariat. Betul
nggak? Yup, hanya melalui ikatan pernikahanlah cinta kita bisa dan halal
diekspresikan dengan kekasih kita. Begitu lho. Mohon dicatat dan diingat ya.
Makasih.
JATUH CINTA NGGAK DILARANG
Sobat muda muslim, jatuh cinta itu nggak dilarang kok. Lagian, siapa yang
bisa melarang orang lain untuk tidak jatuh cinta. Nggak bakalan bisa. Namun,
jangan pula kemudian nganggep bahwa mentang-mentang jatuh cinta nggak dilarang,
lalu mengekspresikannya dengan pacaran jadi sah-sah aja. Ah, kalo itu sih udah
tulalit atuh. Beda toh , antara cinta dan aktivitas mengekspresikan
cinta, Guys . Oke?
Oya, boleh tuh jatuh cinta meski nggak perlu orang yang kita cintai itu
mencintai kita juga. Artinya, cinta tak selalu harus saling bersambut. Jadi,
kalo kita jatuh cinta kepada seseorang, tak perlu orang tersebut juga mencintai
kita. Namun, seringkali kita nggak siap untuk menerima “penolakan” dari orang
yang kita cintai. Sakit. Bahkan bisa sakit banget kalo orang yang nolak dekat
dengan kita. Kita setengah mati mencintainya, eh, dia malah setengah hidup
menolaknya. Itu kan kagak nyetel namanya. Siapa yang bodoh? Tentu saja
dua-duanya. Lho kok? Iya. Pertama, orang yang mencintai merasa bertepuk sebelah
tangan, dan tentunya kecewa begitu tahu rasa cintanya tak berbalas. Kedua,
orang yang menolak juga kecewa, karena kok bisa-bisanya dicintai oleh orang
yang tak dicintainya. (Wkwkwk, jangan nyindir dong!)
Jadi, kalo udah jatuh cinta, nikmati saja tanpa harus diekspresikan
dengan pacaran. Caranya gimana? Ehm, ketika kita jatuh cinta, jangan keburu
geer dan tergesa untuk ungkapkan cinta. Itu bisa berbahaya bagi yang belum bisa
menerima beban kecewa. Emang sih perasaan cinta itu nggak bisa ditahan-tahan.
Nggak bisa dihalangi dengan kekuatan apa saja. Bahkan adakalanya nggak bisa
digeser-geser en dipindah-pindah ke lain hati (emangnya pot bunga, digeser-geser?).
Maka jangan heran kalo kita ingin rasanya buru-buru menuntaskan rindu
kita kepada seseorang yang membuat kita nggak nyenyak tidur siang-malam. Kita
ingin agar perasaan kita benar-benar saling berbalas. Kita ingin jadikan ia
sebagai dermaga tempat cinta kita berlabuh. Sampai tanpa sadar bahwa kita
dikendalikan oleh cinta, bukan kita yang mengendalikannya.
Tapi saran saya, jangan keburu “geer” deh kalo tiba-tiba kamu punya rasa
cinta kepada lawan jenis. Kenapa? Karena kalo kamu belum kuat menahan bebannya,
bisa blunder. Kamu bisa sakit hati. Bayangin aja ketika kamu terlalu “geer”
alias gede rasa, kamu nekat menembak teman gadismu. Kita bisa dan siap
ngincer lalu nembak lawan jenis kita. Tapi, seringkali di usia sepantaran kamu
yang masih ABG dan “pensiunan” ABG sering nggak siap menerima kenyataan, gitu
lho.
Kok bisa? Hmm.. mungkin karena kurang pengalaman kali ye (atau bisa juga
nggak pede), jadinya pas ditolak, teroris bertindak (idih, serem banget). Iya,
saya pernah baca di koran bahwa ada seorang remaja laki yang cintanya ditolak
gadis pujaannya, dan langsung bertindak dengan mengerahkan teman-temannya untuk
meneror si gadis dan pacar pilihannya hingga ada korban jiwa. (hmm.. itu sih
namanya cinta berbuah tahlilan!)
Jadi intinya, boleh saja jatuh cinta. Nggak ada yang larang kok kalo kamu
jatuh hati. Wajar aja lagi. Tapi, mbok ya jangan keburu geer gitu
lho, hingga menafsirkan kalo cinta harus diwujudkan dengan bersatunya dua hati,
lalu tergesa ungkapkan cinta. Padahal, seringkali di antara kita yang masih bau
kencur ini nggak siap dengan kenyataan. Dalam bayangannya, cinta itu harus
bersatu, cinta itu harus saling memiliki, itu sebabnya mau tidak mau cinta itu
harus berbalas. Padahal, banyak kasus berakhir dengan kecewa. Itu karena kita
ngotot cinta sama si dia, sementara si dia juga ngotot nolak kita. Walah, itu
namanya percintaan sepihak. Jadi, jangan cepet geer ya!
Sekarang saya mau tanya, memang kalo kamu suka sama seorang seleb, kamu
cinta sama seorang seleb, dan kamu sayang sama dia, harus juga berbalas? Nggak
juga kok menurut saya. Kenapa? Begini, kamu yang cewek cinta nggak sama Aliando
Syarif ? Senang banget kan kalo kebetulan ketemu dan diajak makan bareng?
Wuih... tapi sejauh ini, pernah nggak melamunkan supaya dia jadi kekasihmu? Mungkin
sebagian dengan pede dan gagah berani menganggukkan kepala sebagai jawaban atas
pertanyaan ini, tapi sangat boleh jadi yang lain malah menjawab: Mimpi kali
yeee! (ini tergantung bargaining position -nya sih).
PENDAM SAJA DULU RASA ITU
Waktu sekolah, saya juga punya rasa cinta kepada seorang gadis adik kelas,
tapi karena saya tak berani mengungkapkannya, saya cukup jadikan ia sebagai
“objek” kreativitas saya dalam puisi dan cerpen. Selama dua tahun dan bahkan
sampe sekarang saya cuma memendamnya dalam hati rasa cinta kepada gadis adik
kelas itu. Saya hanya bisa cerita kepada diri sendiri dengan sebuah karya dan
si dia sendiri nggak pernah tahu kalo sedang “dicintai” sama saya. Ajaib
memang. Di sini saya merasa mencintai tanpa bersalah dan enjoy aja lagi. Saya
bisa menikmatinya dan menerjemahkannya dalam puisi. Ya, saya merasa bahagia
saja dalam mencintai meski dia sama sekali nggak tahu.
Tapi.. setelah saya mulai nekat mengungkapkan cinta, barulah muncul
masalah. Salah satunya ya rasa bersalah di antara kami. Ternyata eh ternyata ia
sama sekali tak mencintai saya, dan menganggap sekadar teman biasa. Rasanya
langit bagai runtuh menimpa saya (kerena sudah terlanjur mencintai sepenuh
hati. Kandas deh!). Ya, saya merasa bersalah karena saya begitu besar mencintai
dia (padahal dulu asyik-asyik aja tuh saat belum diungkapkan perasaan cinta
itu). Dia juga mungkin merasa bersalah karena telah begitu halus menolak cinta
saya. (KLBK alias Kenangan Lama Bangkit Kembali neh. Gubrak!) wkwkwkw
Jadi intinya, nikmati saja dulu cinta itu dengan diam-diam. Tunggu
saatnya tiba. Saat di mana kita sanggup menahan beban dan siap ditelan
kenyataan. Biarkan ia tumbuh subur dulu. Kalo pun kemudian harus kecewa, ya itu
risiko. Tapi minimal, kita pernah mencintai seseorang yang bisa memekarkan
kuncup di hati kita dan membuat kita jadi kreatif tanpa rasa bersalah sedikit
pun. Lagian bukankah Bang Ebiet pernah bersenandung, “Sebab cinta bukan
mesti bersatu...” Ehm
Itu sebabnya, banyak orang sekadar “cinta sepihak” dan memendamnya dalam
hati. Karena tak berniat untuk mengungkapkannya. Tapi ternyata aman-aman saja
kok. Jelas, ia tidak merasa bersalah. Baik kepada dirinya maupun kepada orang
lain. Mungkin ini tipe orang yang seperti digambarkan dalam lagunya Bang Ebiet
G. Ade, “Apakah Ada Bedanya”: “Cinta yang kuberi sepenuh hatiku, entah yang
kuterima aku tak peduli... aku tak peduli.. aku tak peduli” (xixixi.. ini
bukan putus asa apalagi patah arang, tapi sekadar mengungkapkan betapa masih
ada orang yang sebenarnya ingin total mencintai dan tak peduli dengan
balasannya dari orang yang dicintainya. Ini persepsi saya, dan saya ambil
sebagian lirik saja dalam lagu itu. Karena saya yakin Bang Ebiet punya maksud
lain dengan menuliskan lagu tersebut).
PACARAN ITU MERUGIKAN
Kamu pasti hafal deh lagunya Peterpan yang sekarang udah berganti nama
menjadi NOAH yang sebagian isi liriknya begini nih, “Apa yg kau lakukan di
belakangku/Mengapa tak kau tunjukkan di hadapanku/ Apa yang kau lakukan di
belakangku/ di belakangku/ di belakangku...” Yup, lagu ini judulnya adalah
“Di Belakangku”. Hafal kan?
Ehm, rasa-rasanya Ariel nyanyinya berdasarkan pengalaman tuh, mungkin
sama seperti pengalaman banyak teman kita yang diterjemahkan dalam bentuk lagu.
Pengalaman apa? Hmm... moga-moga saja bener nih. Yup, kayaknya pengalaman
diselingkuhi sama pacarnya tuh. Wah, wah, inilah satu satu sisi gelap pacaran.
Emang sih, yang udah nikah juga bisa selingkuh, tapi lebih rugi dan konyol lagi
masih pacaran malah udah dikadalin sama pasangannya. Belum jadi suami-istri aja
udah nggak bisa dipercaya, apalagi kalo udah menyatu dalam pernikahan?
Pikir-pikir lagi ye.
Oya, loss pride alias hilang harga diri juga adalah dampak dari
pacaran. Kok bisa? Yah, namanya juga pacaran, masih bisa sambung-putus
sesukanya. Jadi, ketika bubaran, banyak yang “ember” cerita ke yang lain.
Misalnya, “Kamu pacaran sama dia? Jangan mau, dulu pernah sama aku, dia kalo
ngajak jalan pasti gak mau bayarin!” Wkkwwk?
Nah, soal pacaran cukup sampe di sini dulu ya, karena keterbatasan kata –
kata . Pekan depan insya Allah disambung lagi dengan penekanan lebih dalem soal
hubungan pranikah tersebut, oke? Pekan ini kita lebih fokus bahas bahwa cinta
bisa tumbuh meski tanpa pacaran. Yakin itu. Oke? Jangan lupa sarannya
....
0 comments:
Post a Comment